Postingan

Berita Terbaru dari Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek

Berita Terbaru dari Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek

Dongko adalah nama salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Trenggalek. Lokasinya berada di tengah-tengah yang dikelilingi lima kecamatan tetangga, sebelah utara Kecamatan Suruh, sebelah timur laut Kecamatan Kampak, sebelah timur Kecamatan Kampak, sebelah tenggara Kecamatan Munjungan, sebelah selatan Kecamatan Munjungan, sebelah barat daya, Kecamatan Panggul, sebelah barat Kecamatan Panggul, dan barat laut Kecamatan Pule.

Kecamatan Dongko memiliki luas 141,20 KM persegi yang diisi 10 desa, yakni Desa Dongko, Cakul, Ngerdani, Pringapus, Petung, Pandean, Salamwates, Siki, Sumberbening, dan Watuagung.

Secara geografi Kecamatan Dongko berada di kawasan pegunungan kapur. Letaknya berada di 111, 5746 Bujur Timur (BT) dan -08,18798 Lintang Selatan (LS). Sementara, kecamatan ini berada di 532 mdpl dan tanahnya berjenis Litosol, Komplek Litosol Mediteran dan Rensimen, kluvial kelabu, dan komplek litosol Coklat dan litosol kemerahan (BPS 2022).

Sejarah Nama Kecamatan Dongko

Kecamatan Dongko diadopsi dari nama desa yang menjadi pusat administrasi, yakni Desa Dongko. Sejarah nama Dongko berdasarkan kisah tutur tinular atau cerita turun temurun orang tua, nama Dongko berasal dari gabungan dua nama pohon, yakni pohon Bendo dan pohon Nongko (Nangka) 

Ceritanya, zaman dahulu kawasan yang menjadi cikal bakal desa Dongko ini sering terjadi kejahatan perampokan. Pedagang yang lewat di kawasan ini sering dibegal di tengah jalan. Pada saat itu, kawasan yang menjadi cikal bakal Desa Dongko ini masuk dalam kekuasaan Kerajaan Mataram.

Untuk menyingkirkan penjahat di daerah kekuasaannya tersebut, pihak kerajaan mengirimkan prajurit terbaiknya. Singkat cerita prajurit kiriman Kerajaan Mataram tersebut berhasil mengalahkan penjahat. Karena kecapekan, perajurit tersebut berisitirahat di bawah pohon bendo dan nongko. Alhasil, untuk mengingat perjuangan prajurit yang telah mengalahkan penjahat, wilayah tersebut dinamakan dari kedua pohon yang menjadi tempat beristirahat (bendo dan nongko) yakni Dongko.

Akan tetapi ada versi lain juga yang menyebutkan sejarah nama ‘Dongko’ diberikan oleh seorang pangeran (https://dongko-dongko.trenggalekkab.go.id/first/artikel/2) yang singgah di wilayah yang kini menjadi Desa Dongko. Pangeran tersebut memiliki kepribadian yang berwibawa dan jujur. Karena memiliki kepribadian yang berwibawa dan jujur, oleh penduduk setempat pangeran tersebut dijadikan pemimpin mereka. Oleh masyarakat pangeran tersebut diberi nama Eyang Ronggo.

Eyang Ronggo memiliki kebiasaan memandikan kerbau di sungai yang tak jauh dari pemukiman warga. Kebiasaan tersebut sudah dilakukan sejak sebelum menjadi pemimpin. Setiap kali Eyang Ronggo selesai memandikan kerbaunya, ia selalu mengikat kerbaunya di pohon Bendo dan Nongko.

Kedua pohon tersebut tumbuh berdekatan. Seiring berlalunya waktu, kedua pohon tersebut menyatu. Sehingga tempat sekitar pohon tersebut di namakan Dongko.

Dongko sendiri sudah ada sejak zaman prasejarah, kawasan ini sering dilalui jalur manusia dari Pacitan atau homosoloensis ke daerah yang sekarang menjadi Tulungagung dan menjadi jalur manusia homo wajakensis.

Sebelum masuk wilayah Kabupaten Trenggalek, dulu Dongko sudah ada sejak zaman kerajaan hingga zaman penjajahan Belanda. Dulu Dongko bergabung dengan Kabupaten Pacitan, baru setelah tahun 1950 Dongko masuk ke wilayah Trenggalek.

Wisata Kecamatan Dongko

Kecamatan Dongko saat ini telah memiliki Desa Wisata Pandean. Desa wisata tersebut berhasil meraih 50 Besar Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022. Desa Wisata Pandean berhasil bersaing dengan 3.419 desa wisata seluruh Indonesia. Ini adalah sesuatu yang membanggakan dari Kecamatan Dongko.

Desa Wisata Pandean berada di kawasan pegunungan yang memiliki udara sejuk, yang di tengahnya dilintasi sungai yang memiliki kontur bebatuan. Potenis wisata air yang direkomendasikan untuk dikunjungi adalah sungai Konang. Sungai ini memiliki air yang jernih membuat betah untuk singgah dalam waktu yang lama.

Atraksi wisata yang disuguhkan di Desa Wisata Pandena sangat beragam, seperti tabuh lesung, terbang elo, karawitan, ngundat bengkeng, angon wedus, umbah-umbah, unduh ceplukan dan sayur, jelajah desa, dan river camp.

Selain beragam, atraksi yang disuguhkan juga cukup unik. Saat kunjungan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno pada tahun 2022 disambut dengan diajak berkeliling untuk menyaksikan masing-masing atraksi wisata yang ada. Kehadiran Menteri Parekraf tersebut juga disambut oleh Novita hardini Ketua PKK Trenggalek, yang dengan asik memainkan tabuh lesung bersama ibu-ibu setempat (https://kabartrenggalek.com/2022/06/keceriaan-novita-hardini-mainkan-lesung-di-desa-wisata-pandean-trenggalek.html).

Tradisi Ngitung Batih di Kecamatan Dongko

Setiap perayaan tahun baru jawa pada satu sura (baca: suro) masyarakat Dongko memiliki tradisi yang dilakukan secara turun-temurun, yakni Ngitung Batih. Dalam bahasa Indonesia, ngitung batih memiliki arti menghitung keluarga.

Makna dari tradisi Ngitung Batih adalah sebagai perwujudan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan meminta kepada-Nya keselamatan serta kelancaran rizki di tahun yang baru, serta memohon supaya dijauhkan dari mara bahaya (). 

Dalam tradisi Ngitung Batih seluruh lapisan masyarakat berkumpul di Kantor Kecamatan Dongko untuk mengarak takir plontang bersama pejabat setempat dan tokoh masyarakat atau sesepuh. Takir plontang ini di arak bersama pusaka.

setelah di arak, kemudian semua yang hadir ikut berkumpul di balai kecamatan dan salah satu sesepuh akan membacakan doa-doa dari bahasa jawa dan bahasa arab. setelah itu takir plontang dinikmati bersama seluruh elemen masyarakat.

Takir Plontang sendiri merupakan sebuah nasi yang wadahi daun pisang. Daun pisang ini dibentuk persegi kemudian di setiap ujungnya diikat menggunakan janur.  Takir plontang juga memiliki arti. Takir yang artinya nata pikir (baca: noto piker) dan plontang yang artinya belang. Jika dimaknai secara utuh, takir plontang sebagai simbol sifat belang manusia. Sifat belang ini diberi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, keempat sudut pada wadah Takir Plontang melambangkan empat nafsu yang ada pada manusia, yakni nafsu aulama, mainah, riya’ dan amarah. Biasanya, selain di makan bersama, setelah di doakan takir plontang ini digantung di depan rumah.

Setiap kali tradisi Ngitung Batih digelar, masyarakat Dongko berbondong-bondong hadir (https://kabartrenggalek.com/2022/07/tingginya-antusias-warga-dalam-gebyar-suro-ngitung-batih-di-kecamatan-dongko.html). Warga sangat antusias untuk ikut mengambil dan memakan makanan yang disuguhkan. Karena masyarakat percaya makanan yang telah diberikan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa memiliki keberkahan.

Tradisi Upacara Baritan di Kecamatan Dongko

Upacara Baritan merupakan upcara adat yang dulu dilakukan oleh sebagaian masyarakat Dongko yang diselenggarakan setahun sekali. Ini merupakan tradisi yang lahir dari masyarakat petani di Dongko. Upacara baritan ini pelaksanaan hari dan tanggalnya ditentukan oleh sesepuh desa yang memiliki kemampuan secara spiritual.

Setiap Upacara Baritan digelar, para petani berkumpul lalu membawa sesaji berupa ambeng (nasi putih), longkong, dan tali yang dibuat dari bambu (dhadhung).

Jika diterjemahkan, Baritan memiliki arti (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/upacara-baritan-cikal-bakal-lahirnya-jaranan-turangga-yaksa/) “bubar rit-ritan” atau selesai ngarit (setelah selesai memanen padi). Tradisi ini sebagai simbol perwujudan syukur atas keberhasilan panen padi tanpa ada gangguan hama. Selain itu juga sebagai bentuk syukur atas keberkahan hewan ternak yang selama ini menjadi aset ekonomi berharga bagi petani selain dari pertanian.

Dalam Upacara Baritan juga akan digelar seni pertunjukan tayub untuk menghibur petani yang baru selesai mengerjakan sawah. Acara akan dimulai pukul 11:00 WIB.

Di Kecamatan Dongko terkenal dengan seni tradisi Jaranan Turangga Yaksa yang terinspirasi dari Upacara Baritan.

Seni Jaranan Turangga Yaksa Asli Dongko

Turangga Yaksa merupakan sebuah seni tari yang otentik dari Trenggalek. Tarian ini menjadi ikon tersendiri bagi Kabupaten Trenggalek, karena diciptakan dan dikreasi oleh warga Trenggalek, yakni Pamrihanto.

Tari Turangga Yaksa ini bermula dari tradisi Upacara Baritan di Kecamatan Dongko. Dalam tari Turangga Yaksa mempunyai semangat masyarakat agraria.

Seni tari Turangga Yaksa ini diadaptasi dari kesenian jaranan di Jawa Timur, akan tetapi memiliki ciri khas pada bentuk jarannya, yakni berbentuk Buto. Buto sendiri merupakan sebuah raksasa dalam pewayangan jawa. Buto dalam tari ini ditonjolkan dengan penampilan yang menyerangai dan taringnya yang tajam penuh hawa nafsu.

Kemudian, jaran yang berbentuk buto tersebut ditarikan dengan dinaiki penarinya () ini menyimbolkan manusia dengan keempat nafusnya. Penari yang menaiki buto-perwujudan hawa nafsu-memiliki makna bahwa setiap orang harus bisa mengendalikan keempat nafsunya agar menjadi manusia yang berbudi luhur. Keempat nafsu yang dimaksudkan adalah amarah, syaitonah, aluwamah dan mutmainah.

Selain itu, tari Turangga Yaksa juga masih memiliki keterkaitan dengan filosofi kisah pewayangan Jawa. Dimana dalam kisah pewayangan Jawa terdapat tokoh bernama Dewi Sri yang sebagai perlambang kesuburan.

Referensi:

  • wikipedia
  • https://singoutnow.wordpress.com/2016/11/10/kecamatan-dongko-kab-trenggalek/).
  • https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=3426#:~:text=Upacara%20Baritan%20merupakan%20upacara%20adat,adalah%20para%20petani%20masyarakat%20Dongko
  • https://nggalek.co/2016/08/01/kreator-tari-turangga-yaksa-bernama-pamrih/
  • https://cakdurasim.com/artikel/turangga-yaksa-jiwa-ksatria-dan-pengendalian-nafsu-masyarakat-jawa